Amerika terang-terangan menjual senjata senilai Rp 2,5 triliun ke Israel, apa faktanya?

TEMPO.CO, Jakarta – Pemerintahan Presiden Joe Biden baru-baru ini menyetujui penjualan trailer tank berat dan peralatan terkait senilai US$164,6 juta (sekitar Rp 2,5 triliun) ke Israel di tengah konflik yang sedang berlangsung di Jalur Gaza dan meningkatnya kekerasan di Tepi Barat. Penjualan ini merupakan bagian dari komitmen Amerika Serikat untuk memperkuat kemampuan pertahanan Israel, yang telah lama dianggap sebagai sekutu strategis di kawasan Timur Tengah.

Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan AS memberi tahu Kongres tentang potensi penjualan ini, dengan pengiriman dijadwalkan akan dimulai pada tahun 2027. Badan tersebut mengonfirmasi dalam sebuah pernyataan bahwa menjual senjata Hal ini konsisten dengan kepentingan nasional AS untuk membantu Israel mengembangkan dan mempertahankan kemampuan pertahanan diri yang kuat dan siap pakai.

“Amerika Serikat berkomitmen terhadap keamanan Israel, dan sangat penting bagi kepentingan nasional AS untuk membantu Israel mengembangkan dan mempertahankan kemampuan pertahanan diri yang kuat dan siap pakai. Penjualan yang diusulkan konsisten dengan tujuan tersebut,” katanya dalam sebuah pernyataan.

Selain penjualan trailer tanker tersebut, Departemen Luar Negeri AS pada bulan lalu juga menyetujui penjualan jet tempur dan peralatan militer lainnya senilai hingga US$20 miliar (sekitar Rp 308,3 triliun) ke Israel. Tindakan tersebut menunjukkan berlanjutnya dukungan AS terhadap Israel, meskipun semakin banyak kritik dari berbagai pihak mengenai keterlibatan AS dalam mendanai dan mempersenjatai Israel di tengah konflik yang telah memakan banyak korban jiwa.

Sejak konflik dimulai pada 7 Oktober 2023, lebih dari 41.000 warga Palestina dilaporkan tewas di Jalur Gaza akibat serangan udara Israel, yang oleh Presiden Biden digambarkan sebagai serangan “tanpa pandang bulu”. Serangan lintas batas yang dipimpin oleh kelompok perlawanan Palestina Hamas pada Oktober 2023 menjadi pemicu perang saat ini. Serangan itu sendiri menyebabkan kematian 1.139 orang di wilayah Israel.

Baca Juga  Kisah penyandang disabilitas mengikuti UTBK SNBT 2024 di Universitas Jember

Namun, beberapa kelompok hak asasi manusia dan mantan pejabat Departemen Luar Negeri AS mendesak pemerintahan Biden untuk menunda transfer senjata ke Israel. Mereka mengklaim serangan Israel ke Gaza melanggar hukum internasional dan hak asasi manusia. Kelompok ini menyoroti penggunaan senjata buatan AS dalam serangan yang menimbulkan korban sipil. Namun, Israel menolak tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa tindakan militernya ditujukan untuk mempertahankan diri dari ancaman kelompok bersenjata di wilayah tersebut.

periklanan

AS telah lama menjadi pemasok senjata terbesar Israel, dengan lebih dari 70 persen impor senjata Israel berasal dari AS. Menurut data Stockholm International Peace Research Institute, peran AS dalam memasok senjata ke Israel telah berlangsung sejak lama dan semakin meningkat, terutama di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

Telah didokumentasikan bahwa senjata buatan AS telah digunakan dalam beberapa serangan di Gaza yang memakan korban jiwa warga sipil. Namun, pihak berwenang AS menolak memberikan konfirmasi rinci mengenai penggunaan spesifik senjata mereka dalam serangan tersebut.

Sementara itu, para pengamat dan aktivis terus mempertanyakan kebijakan pemerintahan Biden yang terus memberikan bantuan militer besar-besaran kepada Israel meskipun terdapat banyak bukti pelanggaran hak asasi manusia. Mereka menuntut AS mempertimbangkan kembali pendekatan militernya terhadap konflik tersebut Israel-Palestina dan menjajaki langkah-langkah diplomatik lebih lanjut untuk mengakhiri kekerasan di wilayah tersebut.

MICHELLE GABRIELA | DI ANTARA

Pilihan Editor: Donald Trump tidak ingin debat presiden kedua



Quoted From Many Source

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *