TEMPO.CO, Jakarta – Menyelidiki dugaan pencurian teknologi jet tempur Korea Selatan, KF-21 Boramae karya insinyur Indonesia telah beroperasi selama tiga minggu. Investigasi tersebut dilakukan bersama dengan Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan bersama dengan Badan Intelijen Nasional (NIS) dan Komando Kontra Intelijen Pertahanan (DCC).
Sudah tiga minggu sejak pemeriksaan keamanan di Korea Aerospace Industries (KAI) menemukan bahwa dua insinyur Indonesia diduga membawa pulang data rahasia Boramae di delapan stik memori USB. Laporan terbaru mengatakan bahwa tim investigasi menghadapi hingga 6.600 orang file pada kedelapan USB dan beberapa memerlukan kata sandi untuk membukanya.
“Pihak Indonesia menyatakan bahwa para insinyurnya akan bekerja sama dalam penyelidikan ini,” kata Kementerian Luar Negeri Korea Selatan dalam pernyataannya pada 6 Februari 2024.
Data rahasia mencakup rincian avionik. Misalnya Advanced Electronically Scaned Array (AESA), radar yang dikembangkan Korea Selatan untuk KF-21 Boramae.
Serta data rahasia dari perusahaan pemasok asal Amerika Serikat dan Uni Eropa. Perusahaan-perusahaan tersebut hanya menjalin kerja sama ekspor dengan Korea Selatan, sehingga seharusnya tidak tersedia untuk Indonesia.
PT minggu lalu wilayah udara Indonesia mengatakan, dirinya menyampaikan kepada Kementerian Luar Negeri penjelasan proses penyidikan dugaan pencurian teknologi jet tempur KF-21 Boramae Korea Selatan yang dilakukan insinyur Indonesia. Versi Pejambono, yang diperiksa hanya satu insinyur.
PT DI sebelumnya ditunjuk Kementerian Pertahanan sebagai peserta industri kerja sama transfer teknologi produksi jet tempur Indonesia-Korea dengan kode KFX/IFX. Saat itu KFX berganti nama menjadi KF-21 Boramae.
Media di Korea Selatan menyebut pesawat tempur supersonik ini sebagai pesawat tempur generasi 4,5. Uji terbang pertama prototipe dilakukan pada 19 Juli 2022, dan kecepatan supersonik dicapai selama pengujian pada 17 Januari 2023.
Periklanan
Sebanyak enam prototipe pesawat tempur ini dikatakan juga telah menjalani sejumlah pengujian, termasuk penerbangan malam hari dan uji senjata terpisah.
Dalam keterangannya pada tahun 2022, PT DI menjelaskan bahwa pihaknya secara bergantian mengirimkan insinyurnya untuk terlibat dalam beberapa desain dan analisis Predator Besi Negeri Ginseng tersebut. Kerja sama tersebut ditandai dengan tunggakan kewajiban investasi Indonesia pada proyek bersama.
Total investasi pada proyek Boramae mencapai 8,1 triliun won (setara dengan Rp 95,32 triliun), dimana 20 persen pembayarannya ditanggung oleh pemerintah Indonesia. 60 persen sisanya ditanggung oleh pemerintah Korea Selatan dan 20 persen lainnya ditanggung oleh Korea Aerospace Industries (KAI).
Namun, hingga Juni tahun lalu, Indonesia baru melunasi kewajiban pembayarannya sebesar 17 persen dari perkiraan 1,62 triliun won. Pembayaran telah dihentikan sejak 2019 sejak dimulai pada tahun 2016.
YONHAP, AEROTIME
Pilihan Editor: Meski El Nino melemah, namun tren bulan terpanas tidak akan berhenti pada Januari 2024
Quoted From Many Source