TEMPO.CO, Jakarta – Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI mencatat 37 kasus kekerasan terhadap anak untuk mengakhiri hidup Januari hingga November 2023. Catatan KPAI menunjukkan pola perilaku tersebut terjadi pada usia rentan dan transisi pada jenjang pendidikan seperti sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah pertama hingga sekolah menengah atas (SMA). usia kelas 5 atau 6 SD, kelas 1 atau 2 SMP, dan kelas 1 atau 2 SMA.
Kasus perilaku seorang anak Akhir hidup merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak, khususnya kekerasan yang dapat berujung pada berakhirnya kehidupan anak. Dua faktor pemicu lainnya adalah kecelakaan lalu lintas dan penyakit.
Menanggapi kenyataan tersebut, psikolog klinis Wiwit Puspitasari mengatakan, kasus perilaku mengakhiri hidup di kalangan remaja secara umum sedang meningkat di dunia. Anak-anak pada tingkat dasar hingga menengah umumnya masih berada pada usia remaja.
“Menurut penelitian, mengalami kekerasan memang menjadi salah satu faktor risiko terkait dengan adanya pemikiran untuk mengakhiri hidup atau mencoba mengakhiri hidup. Baik itu kekerasan fisik, seksual, atau emosional, serta pengabaian emosional,” kata Wiwit. Tempo pada hari Senin tanggal 4 Desember 2023.
Wiwit mengatakan, menjadi korban kekerasan bukanlah hal yang mudah. Apalagi jika anak mengalami kekerasan tersebut dalam jangka waktu yang lama.
Umumnya pada usia ini remaja belum memiliki kemampuan yang matang dalam mengelola emosi dan menyelesaikan masalah dengan baik. Karena secara fisiologis perkembangan otaknya belum matang. Sehingga rentan untuk melakukan hal tersebut, kata Wiwit.
Pentingnya pendidikan dan pendampingan
Wiwit mengatakan, perilaku mematikan pada anak bisa dicegah, salah satunya melalui pendidikan. Misalnya saja mengedukasi keluarga atau masyarakat mengenai dampak kekerasan dan cara mengelola emosi. Selain itu, upaya lainnya adalah dengan meningkatkan kepekaan terhadap orang sekitar yang mungkin mengalami kekerasan. Jika ditemukan hal seperti ini, maka diperlukan bantuan.
Menurut Wiwit, keluarga, guru, dan masyarakat dapat dididik untuk memahami cara mendengarkan remaja. “Remaja sendiri sangat perlu diajari bagaimana mengelola emosinya dan mendorong mereka yang menjadi korban kekerasan untuk mencari pertolongan,” ujarnya.
Penting untuk menyelidiki akar masalahnya
Ketua KPAI Ai Maryati Solihah mengatakan negara harus mengusut akar permasalahan sebenarnya. Ia juga menyoroti adanya pergeseran budaya masyarakat yang mengharuskan anak melakukan PJJ, kemudian mengharuskan mereka berinteraksi kembali secara langsung. Oleh karena itu, anak dalam lingkungan sosial dihadapkan pada situasi pembiasaan diri.
“Apakah ada situasi atau karakter yang hilang? bangunan apa yang hilang, seperti saling menggoda dan kemudian saling menyakiti pada tahap tertentu. Tapi bagaimana dengan hati? Tidak ada yang tahu,” kata Ai dalam-dalam Kelompok diskusi pada tanggal 28 November 2023.
Ia juga mengatakan, situasi perlindungan khusus terhadap anak tidak sesistematis pemenuhan hak-hak anak. “Tantangan terbesarnya adalah sejauh mana anak-anak menjadi pelaku atau korban dan mengapa kejadian tersebut terjadi di sektor hilir dan jumlahnya tinggi,” ujarnya.
Periklanan
Menyakiti diri sendiri dan keinginan bunuh diri adalah masalah kesehatan mental global yang utama. Frekuensi dan tingkat keparahannya semakin meningkat. Perilaku di akhir kehidupan dan perilaku melukai diri sendiri adalah dua konsep yang berbeda, meskipun mungkin memiliki beberapa kesamaan.
Perilaku akhir hidup mengacu pada aktivitas apa pun yang bertujuan untuk mengakhiri hidup seseorang, seperti upaya untuk mengakhiri hidup sendiri, membuat rencana untuk mengakhiri hidup, atau mengungkapkan pikiran atau perasaan tentang mengakhiri hidup. Perilaku yang merugikan diri sendiri juga dikenal sebagai menyakiti diri sendiri tanpa bunuh diri mengacu pada tindakan menyakiti diri sendiri atau melukai diri sendiri dengan sengaja tanpa niat untuk mengakhiri hidup.
Berdasarkan majalah bernama Hubungan Antara Penganiayaan Anak dan Perilaku Bunuh Diri Remaja: Tinjauan Sistematis dan Tinjauan Kritis terhadap Literatur diterbitkan Institut Kesehatan Nasional, hubungan antara pelecehan anak dengan pikiran dan upaya bunuh diri telah dibuktikan melalui sejumlah penelitian. Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa pelecehan seksual pada masa kanak-kanak, kekerasan fisik, pelecehan emosional, dan penelantaran berhubungan dengan pikiran untuk bunuh diri dan upaya bunuh diri.
Dalam sebagian besar penelitian, hubungan ini tetap signifikan setelah faktor-faktor seperti demografi remaja, kesehatan mental, keluarga, dan variabel terkait teman sebaya dikontrol.
Pilihan Editor: Sederet Kasus Bunuh Diri Pelajar di Indonesia, Apa Masalahnya?
Catatan Editor:
Jangan meremehkan depresi. Untuk bantuan dalam krisis kejiwaan atau pencegahan bunuh diri:
Dinas Kesehatan Jakarta menyediakan psikolog GRATIS bagi warga yang ingin berkonsultasi kesehatan jiwa. Terdapat 23 tempat konsultasi gratis di 23 Puskesmas di Jakarta yang memiliki BPJS.
Anda dapat berkonsultasi secara online melalui https://sahabatjiwa-dinkes.jakarta.go.id dan bila diperlukan dapat menjadwalkan konsultasi lanjutan dengan psikolog di Puskesmas.
Selain ke Dinas Kesehatan DKI, Anda juga dapat menghubungi institusi berikut untuk permintaan konsultasi:
Yayasan Pulih : (021) 78842580.
Hotline Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan: (021) 500454
LSM Jangan Bunuh Diri: (021) 9696 9293
Quoted From Many Source