TEMPO.CO, Jakarta – KTT PBB tentang Perubahan Iklim COP28 Memperdebatkan divestasi bahan bakar fosil di Dubai sangatlah sulit. Para pemimpin dunia yang hadir tidak dapat menemukan kesepakatan akhir mengenai penghapusan bahan bakar fosil seperti batu bara secara bertahap. Padahal, rencana waktu untuk mendapatkan kesepakatan hanya sampai 12 Desember 2023.
Beberapa perlawanan datang dari Arab Saudi, Rusia, dan Tiongkok. Ketiga negara ini juga merupakan penghasil karbon terbesar di dunia. Faktanya, Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan dia tidak setuju sama sekali dengan kesepakatan tersebut, yang menyerukan pengurangan bertahap.
Hal lain datang dari Uni Emirat Arab, mereka menilai tidak perlu lagi membahas penghentian penggunaan bahan bakar fosil. Karena teknologi akan semakin maju dan tidak menutup kemungkinan di masa depan akan tercipta alat-alat yang dapat menghilangkan seluruh emisi karbon dari bahan bakar fosil.
“Saya rasa kita tidak perlu membicarakan penghentian penggunaan (bahan bakar fosil) karena teknologinya juga semakin maju, mengapa kita harus melawannya sampai kita mendapatkan alternatifnya,” kata Menteri Energi UEA Suhail Mohammed Al. Mazeoui, dikutip dari ReutersJumat, 8 Desember 2023.
Meski demikian, COP28 di Dubai diharapkan menjadi momen untuk mencapai kesepakatan mengenai perubahan iklim. Salah satunya adalah penghapusan penggunaan bahan bakar fosil yang berkontribusi paling besar terhadap krisis iklim.
“Penghentian bertahap ini merupakan cara untuk mencapai tujuan. Dan tujuannya adalah sistem energi yang tidak menghasilkan emisi (bahan bakar fosil: minyak-batubara-gas),” kata Menteri Luar Negeri Norwegia Espen Barthe Eide kepada Reuters.
Periklanan
Pembahasan penghapusan bahan bakar fosil sebenarnya sudah dimulai sejak KTT COP26 di Glasgow pada tahun 2021. Beberapa kesepakatan telah muncul dan penggunaan bahan bakar fosil sudah mulai dikurangi dan peraturan mulai dibuat.
Pada konferensi COP28 di Dubai, para pemimpin dunia hadir untuk menemukan kesepakatan mengenai perjanjian bahan bakar fosil yang lebih luas. Salah satu caranya adalah dengan menghilangkan semua bahan bakar fosil yang menghasilkan CO2 atau emisi karbon.
Kesepakatan untuk mengakhiri penggunaan bahan bakar fosil telah memberikan dampak yang begitu signifikan. Terutama bagi negara-negara yang rentan terhadap perubahan iklim. Misalnya saja di negara-negara kepulauan seperti Indonesia, negara-negara Afrika dan beberapa negara Amerika Latin, Chile dan Kolombia.
Pilihan Redaksi: Risiko banjir bandang tinggi saat musim hujan, pakar UGM menghimbau masyarakat
Quoted From Many Source