Universitas Muhammadiyah Surabaya mengukuhkan Didin Fatihuddin sebagai guru besar kesembilan

TEMPO.CO, Jakarta – rektor Universitas Muhammadiyah Surabayadr. Sukadiono MM, dibenarkan oleh Prof. dr. Didin Fatihudin SE M Si as profesor Ilmu Ekonomi Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) di kampus setempat, Sabtu 17 Februari 2024.

Usai pengukuhan, Sukadiono mengatakan saat ini UM Surabaya memiliki sembilan guru besar dan menargetkan terus menambah guru besar pada tahun 2024.

“Tentunya kita bersyukur dengan bertambahnya guru besar. Ini guru besar yang kesembilan. Insya Allah tahun ini kita targetkan tiga guru besar lagi,” kata Sukadiono.

Suko, sapaan akrabnya, berharap guru besar yang dimiliki UM Surabaya dapat berkontribusi dalam pengembangan institusi khususnya di bidang akademik, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Selain itu, ke depannya Rektor UM Surabaya berharap memiliki minimal satu orang Guru Besar di setiap fakultas untuk mempercepat proses peningkatan mutu belajar mengajar di kampus sesuai pedoman Lembaga Pelayanan Pendidikan Tinggi. (LLDIKTI) Wilayah VII Jawa Timur.

Prof. Pada pengukuhannya, Didin Fatihudin memberikan orasi ilmiah dengan judul “Implementasi Keuangan Makroekonomi, Korporasi dan Personal Menuju Kesehatan Keuangan di Era Ekonomi Digital (Financial Behavior)”.

Ia menjelaskan, kesehatan keuangan dapat dilihat dari tiga sudut pandang. Yang pertama adalah perspektif makroekonomi negara, yang kedua adalah perspektif korporasi terhadap masyarakat dan perspektif individu terhadap kesehatan keuangan keluarga.

Penerapan pengelolaan keuangan pemerintah, perusahaan, dan pribadi mempunyai indikator pengukuran yang berbeda-beda. Rasionya juga berbeda. Sumber data yang dihitung mungkin juga berbeda. Periode datanya juga berbeda.

Menurutnya, terdapat kesamaan dalam mengukur kinerja keuangan yang sehat (financial health).

“Bahwa kinerja keuangan pemerintah, perusahaan dan individu harus surplus dan terhindar dari defisit. Artinya rasio pendapatan harus lebih besar dari pengeluaran. Pendapatan harus lebih besar dari pengeluaran. Pendapatan operasional harus lebih besar dari pengeluaran operasional. Surplus itulah yang disebut kesehatan finansial,” kata Prof Didin.

Baca Juga  Arus Balik yang Menyenangkan, Pertamina Patra Niaga memastikan ketersediaan bahan bakar aman di jalur-jalur utama

Periklanan

Jika ada kelebihan uang, kata dia, sebaiknya berinvestasi pada aset finansial (surat berharga) dan aset properti dengan urutan sebagai berikut: tabungan, deposito, iuran dana pensiun, cicilan rumah, cicilan emas/dirham/dinar, cicilan mobil, penambahan lapangan kerja. modal.

“Kalau begitu, belilah reksa dana, obligasi, dan saham,” ujarnya.

Pria kelahiran Kuningan, Jawa Barat ini kini telah menulis 26 buku dan beberapa diantaranya telah diterbitkan oleh penerbit besar dan menjadi referensi mahasiswa.

Sementara itu, sebanyak 35 karya ilmiah dan publikasi jurnal telah diterbitkan di jurnal ilmiah nasional dan internasional.

Didin lulus pada tahun 1984 dengan gelar Sarjana Ilmu Hukum IV dari Universitas Siliwangi, disusul dengan gelar Sarjana Sains Bidang Pendidikan dari Universitas Siliwangi pada tahun 1986 dan gelar Sarjana Sains bidang Ekonomi-Manajemen dari UWP pada tahun 1995.

Pada tahun 1999, beliau menyelesaikan pendidikan magister manajemen di Universitas Airlangga, dan pada tahun 2011 memperoleh gelar doktor dalam bidang ekonomi-manajemen keuangan-investasi di Universitas Airlangga.

Profesor Didin berpesan, memiliki kekayaan tidaklah wajib. Penghasilan diperlukan, tetapi kerja dan usaha diperlukan.

“Pendapatan harus lebih besar dari pengeluaran -surplus-, jangan lupakan tabungan investasi. Kalau pendapatan berkurang, gaya hidup juga harus dikurangi. Distribusikan pendapatan berdasarkan perencanaan keuangan dan tujuan keuangan yang jelas,” ujarnya.

Pilihan Redaksi: 10 Kampus Penerima Dana Penelitian Terbanyak dari BRIN Universitas Muhammadiyah Surabaya



Quoted From Many Source

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *